TINGKAT KONSUMSI MASYARAKAT MINANGKABAU DAN PERKEMBANGAN BIBIT JENGKOL DAN PETAI DARI SUMATERA BARAT (Tesri Maideliza) and Mansyurdin)

TINGKAT KONSUMSI MASYARAKAT MINANGKABAU DAN PERKEMBANGAN BIBIT JENGKOL DAN PETAI DARI SUMATERA BARAT

Tesri Maideliza and Mansyurdin

Biology Dapartment, Faculty of Mathematics and Science, Andalas University
tatesri@yahoo.com

ABSTRACT

Plants Jengkol (Phithecollobium jiringa) and petai (Parkia speciosa) can be used as timber and fruit as food. Community of Minang Kabau very close to both of these plants because it has become a daily food and included as a mandatory meals for the ceremony. A research note from Minang Kabau community jengkol and petai has started since the age of 0-12 years (20% like Jengkol and Petai), teen aged 13-15 years 73% of respondents liked, aged 16-19 years decreased only 70% respondents liked and respondents aged 20-25 years, ages 25-35 and over 35 years of age 74, 76 and 79 liked respectively. Jengkol and petai seed germination experiment and for seedling from 7 location sites (Payakumbuh, Batu Sangkar, Solok, Bukittinggi, Padang, Painan and Pasaman) has been performed. Jengkol viability of locations Payakumbuh, Batu Sangkar, Solok, Bukittinggi, Padang, Painan and Pasaman germinate is 65, 64, 60, 59, 73, 73 and 69%. The highest germination is Jengkol colected from Padang and Painan. Petai viability of locations Payakumbuh, Batu Sangkar, Solok, Bukittinggi, Padang, Painan and Pasaman are respectively 64, 59, 59, 66, 72, 74 and 56%. Petai highest germination collected from Pasaman. Jengkol seed germination and petai is no different with an average of 66 and 64% respectively.

Keywords: Biji, Jengkol, Kayu, Minang Kabau, Petai

ABSTRAK

Tanaman Jengkol (Phithecollobium jiringa) dan Petai (Parkia speciosa) dapat dimanfaatkan sebagai penghasil kayu dan buahnya sebagai makanan. Kehidupan Masyarakat Minang Kabau sangat dekat dengan kedua tanaman ini karena sudah menjadi makanan sehari-hari dan termasuk sebagai makanan wajib pada upacara adat. Dari penelitian diketahui kesukaan masyarakat Minang Kabau terhadap Jengkol dan Petai sudah mulai sejak dari umur 0-12 tahun (20% suuka Jengkol dan Petai), umur remaja 13-15 tahun 73% responden menyukai, umur 16-19 tahun terjadi penurunan hanya 70% responden menyukai dan responden umur 20-25 tahun, umur 25-35 dan umur lebih 35 tahun 74, 76 dan 79 menyukai berturut-turut. Percobaan daya kecambah biji jengkol dan petai untuk pembibitan dari 7 lokasi (Payakumbuh, Batu Sangkar, Solok, Bukittinggi, Padang, Painan dan Pasaman) telah dilakukan. Daya kecambah Jenkol dari lokasi Payakumbuh, Batu Sangkar, Solok, Bukittinggi, Padang, Painan dan Pasaman berturut turut adalah 65, 64, 60, 59, 73, 73 dan 69%. Daya kecambah tertinggi adalah Jengkol dari Padang dan Painan. Daya kecambah Petai dari lokasi Payakumbuh, Batu Sangkar, Solok, Bukittinggi, Padang, Painan dan Pasaman berturut-turut adalah 64, 59, 59, 66, 72, 74 dan 56%. Daya kecambah Petai tertinggi berasal dari Pasaman. Daya kecambah biji Jengkol dan Petai tidak berbeda dengan rata-rata 66 dan 64% berturut-turut.

Kata Kunci: Biji, Jengkol, Kayu, Minang Kabau, Petai

DAFTAR PUSTAKA

Argyris J., Dahal P., Hayashi E., Still D. W., Bradford K. J. 2008. Genetic variation for lettuce seed thermoinhibition is associated with temperature-sensitive expression of abscisic acid, gibberellin, and ethylene biosynthesis, metabolism, and response genes. Plant Physiol. 148, 926–947 10.1104/pp.108.125807 

Bewley J. D., Bradford K. J., Hilhorst H. W. M., Nonogaki H. (2013). Seeds: Physiology of Development, Germination and Dormancy. New York, NY: Springer; 10.1007/978-1-4614-4693

Bouyer D., Roudier F., Heese M., Andersen E. D., Gey D., Nowack M. K., et al. (2011). Polycomb repressive complex 2 controls the embryo-to-seedling phase transition. PLoS Genet. 7

Burkill, IH. 1966. A Dictionary of the economics product of the Malay Peninsula. Vol I (A-H). Governments of Malaysia and Singapora by the Ministry of Agriculture and Co-operatives. Kuala Lumpur. Malaysia

Chen F., Bradford K. J. (2000). Expression of an expansin is associated with endosperm weakening during tomato seed germination. Plant Physiol. 124, 1265–1274 10.1104/pp.124.3.1265.

Kamil, J. 1979. Teknologi Benih 1. Angkasa Raya. Padang

Lestari, J., I. Valentina, N. Oktaviany, dan H. Fauza. 2013. Jengkol: Komoditas potensial yang termarjinalkan. Prosiding Seminar Nasional UIN Sultan Kasim Riau. Pekanbaru 12 Desember 2013

Maideliza, T, Yulia S, Syamsuardi, 2013. Struktur kayu buah-buahan Somatera Barat. Bilogika, E-journal. Jurusan Biologi, FMIPA, Unand

Maideliza, T dan Mansyurdin. 2015. Potensi jenis-jenis Fabaceae sebagai pengganti kayu industri di Sumatera Barat. Laporan akhir Penelitian Hibah Bersaing. Universitas Andalas

Mindawati, N. 2007. Beberapa Jenis Pohon Alternatif Untuk Dikembangkan Sebagai Bahan Baku Industri Pulp. Mitra HutanTanaman Vol 2 No 1. Bogor.

Mindawati, Nina., Rina, B., Hani , SN., A. S.Kosasih., Suhartati., Syofia, R., Ahmad, J. Encep, R., Yanto, R., 2010. Sintesa Hasil Penelitian. Sivikultur Jenis Alternatif Penghasil Kayu Pulp. Kementerian Kehutanan. Badan Penelitian 

Nurhayati. 2015. Pengaruh lama dan media penyimpanan benih terhadap perkecambahan karet (Havea brasiliensis Muell Arg) klon PB 260. Jurnal Produksi Tanaman. 3(7):607-614

Pitojp, S. 1992. Budidaya dan manfaat jengkol. Buku. Kanisius. Yoyakarta. 72p

Primadona, A. 2012. History of jengkol.http://History of jengkol_The Crowd Voice.html. [01/12/2013]

Rachmawati, H., 2002. Informasi Singkat Benih Gmelina arborea Roxb. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.

Sutarno dkk,1997. Pengenalan Pemberdayaan Pohon Hutan, Prosea Indonesia-Prosea Network Office,Pusat Diklat Pegawai & SDM Kehutanan, Bogor 1997

Simangunsong, B.C, Elias, Tambunan, A., Manurung, T., Ramadhan, S. 2008. Indonesian Forestry Outlook 2020. Center for Forestry Planning and Statistic Ministry of Forestry : Jakarta.

Download: Full Text PDF

>